Syaikh Muhammad bin Husain al-Jizani menerangkan, bahwa secara bahasa ‘sunnah’ bermakna jalan atau perjalanan, baik yang terpuji maupun yang tercela.
Beliau juga menjelaskan, bahwa makna ‘sunnah’ menurut para ulama ahli ushul adalah segala sesuatu yang muncul atau datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selain al-Qur’an. Dengan demikian istilah ‘sunnah’ di sini mencakup perkataan, perbuatan, persetujuan/taqrir, tulisan atau surat-surat beliau, isyarat darinya, keinginan dan tekadnya, dan juga sikap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meninggalkan sesuatu.
Apabila ada istilah ‘hikmah’ yang bersanding dengan al-Qur’an disebutkan secara berbarengan maka makna dari hikmah di sini adalah as-sunnah yaitu sunnah/hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana telah diterangkan oleh Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Keterangan ini bisa dibaca dalam kitab Ma’alim Ushul Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah karya Syaikh Muhammad bin Husain al-Jizani hafizhahullah (lihat pada kitab tersebut, hal. 118)
Adapun istilah ‘sunnah’ yang biasa digunakan oleh para ahli fikih dengan makna sesuatu yang dianjurkan (mandub/mustahab/nafilah/tathawwu’) adalah suatu hal yang dituntut untuk dikerjakan akan tetapi tidak bersifat harus. Sesuatu yang mandub atau sunnah di sini boleh ditinggalkan tetapi tidak boleh meyakini bahwa hal itu tidak dianjurkan. Maksudnya, meskipun kita tidak melakukannya maka kita tetap harus meyakini bahwa hal itu dianjurkan (lihat Ma’alim Ushul Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 306)
Dengan demikian istilah mandub atau sunnah menurut para ulama ahli ushul juga bisa bermakna segala hal yang diperintahkan oleh penetap syari’at tetapi tidak bersifat harus dilakukan. Sesuatu yang mandub ini diperintahkan menurut jumhur ahli ushul. Sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan dan berbuat ihsan.” (an-Nahl : 90). Berbuat adil adalah wajib sedangkan berbuat ihsan -dengan memaafkan dan tidak membalas, pent- adalah sesuatu yang dianjurkan. Kedua hal ini -yaitu berbuat adil dan ihsan- adalah diperintahkan. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu yang mandub/sunnah pun diperintahkan (lihat Taqrib al-Ushul ‘ala Latha’if al-Ushul min ‘Ilmi al-Ushul, hal. 38 dan 39)
Apabila dicermati maka penggunaan istilah ‘sunnah’ ini memiliki maksud yang berbeda-beda tergantung konteks pembicaraannya. Terkadang ‘sunnah’ itu yang dimaksud adalah ucapan, perbuatan, dan persetujuan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terkadang ‘sunnah’ juga bermakna sesuatu yang menjadi lawan dari bi’dah. Dan terkadang ‘sunnah’ bermakna mandub/dianjurkan. Sunnah dalam pengertian yang terakhir inilah yang sering disebut dengan perkara yang mustahab atau nafilah (lihat Syarh al-Ushul min ‘Ilmi al-Ushul oleh Syaikh Sa’ad bin Nashir asy-Syatsri hafizhahullah, hal. 57)
Adapun istilah ‘sunnah’ dengan makna hadits -sebagaimana biasa disebutkan oleh para ulama hadits- adalah segala yang bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa ucapan, perbuatan, taqrir/persetujuan, dan apa-apa yang beliau telah bertekad untuk mengerjakannya. Inilah makna dari istilah hadits atau sunnah menurut para ulama hadits demikian juga menurut ulama ahli ushul. Dengan demikian istilah ‘sunnah’ menurut ulama ahli ushul juga bisa bermakna hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat keterangan Syaikh Abdul Karim al-Khudhair hafizhahullah dalam kitabnya al-Hadits adh-Dha’if wa Hukmul Ihtijaj Bihi, hal. 16)
Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita simpulkan, bahwa penggunaan istilah sunnah oleh para ulama ushul fiqih bisa mencakup dua pemaknaan. Apabila yang dimaksud adalah sesuatu yang diperintahkan tetapi tidak harus dikerjakan, maka sunnah di sini adalah nama lain dari mustahab atau mandub atau nafilah. Adapun apabila yang dimaksud adalah sesuatu yang bersumber dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selain al-Qur’an -misalnya mereka mengatakan ‘kita harus kembali kepada al-Qur’an dan sunnah’- maka sunnah di sini adalah nama lain dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu apabila istilah ‘sunnah’ itu digunakan sebagai nama lain dari hadits maka tentu di dalamnya ada hal-hal yang hukumnya wajib dan ada pula yang hukumnya sunnah/mustahab. Demikian sedikit tambahan faidah semoga bermanfaat.
—
Info Donasi :